Hujan menodai cakrawala, membasahi rumput segar di tengah-tengah teriknya matahari merah, dan sinarnya yang biru. Mewarnai tangis pilu di tengah kegelapan malam yang mulai menjingga dan memudar. Maka, tak satupun yang bicara. Semua diam. Termasuk engkau. Dan di bawah sinar rembula, kau menangis merenungkan nasib tuamu.
Panas matahari membakar langit. Membawa bintang-bintang dari kegelapan malam. Cahaya mentari pagi serasa membakar tanah kosong. Di keramaian mall kota, dan sinar lampunya, yang bercahaya, kau hanya bisa terpaku. Maka tak ada yang diam. Semua bicara. Dan wajah lugumu itu, tidak berhati putih lagi, namun hitam ... bagai kegelapan malam.